Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Derita Pecinta Dunia

Pencinta dunia serupa peminum khamr, demikian Isa bin Maryam pernah menyatakan. Dahaga yang dirasa tak jua hilang, bahkan semakin parah, tak peduli berapa liter air yang melewati kerongkongan, berapa gelas khamr yang sudah tandas, sebab ia bukan penawarnya. Itu adalah aktivitas palsu sebab menyibukkan, melelahkan bahkan menyakitkan dalam harapan dan keyakinan akan terpuaskannya dahaga dengan terus menambah tegukan, padahal badan tak bisa lagi kuat menahan. Bukankah ini menyakiti dan menyiksa diri sendiri?
            Maka dunia adalah hukuman bagi yang tidak mampu mengambil perbekalan pulangnya ke akhirat. Candu beracun yang membuat ketagihan, namun membunuh secara perlahan. Dan korban-korban yang terpedaya akan terus berjatuhan. Dilambungkan angan-angan, terpana akan kilauan, dan terbuai oleh kecantikan palsunya. Tapi ia tidak peduli. Bak pengantin penebar pesona dan kesan dekat akan kepemilikan, padahal ia akan berlari pergi. Meninggalkan para pemujanya dalam kekecewaan yang dalam, sebab tertawan wajah menawan namun tak bisa memiliki.
            Diantara pemuja dunia, ada yang mendapatkan hajatnya. Jerih payah yang tercurah memberi perolehan yang diingankan. Kerja keras yang diperas membawakan pilihan-pilihan kenikmatan. Perjuangan yang ditempuh mendatangkan kelapangan bagi raga mulai melepuh. Seolah-olah itulah hakikat nikmat, sedang jiwa yang merana, ingin menghamba kepad alahi yang hak, menepuk angin sepoi. Sunyi dan sepi. Juga takut!
            Namun, apakah sebutan kejayaan pantas disandang jika ia melahirkan kesombongan melampaui batas? Merasa di atas dan ingin bebas, hingga melupakan kampung halaman, akhirat dan perbekalannya. Menyibukkan hati dengan keinginan tak terpuaskan dan ketenangan sesaat yang menjerat, kemudian menggelincirkan diri dan mengingat mati. Sedang ia adalah kefanaan yang keruh dan kosong.
            Di antara mereka, ada juga yang tak beroleh apa-apa. Meski semua upaya telah dikerahkan, dan semua waktu telah dihabiskan. Kecintaan mereka tak terbalas, memukul ruangan kosong karena dunia yang tak juga peduli. Membiarkan mereka  merana dalam kegagalan, menertawakan keinginan mereka yang terbang melayang jauh. Menenggelamkan mereka dalam sesal dan lelah yang tak terperi.
            Lalu, apa artinya semua ini, jika berhasil dan gagalnya hanya memberi perihnya kesedihan dan kepahitan? Tak memperoleh apa yang dicari, tak sempat beristirahat, tak juga memiliki bekal kembali. Sedang waktu tak bisa diulang sebab kini saatnya pulang. Tak dapat diputar sebab pesta telah bubar.
            Jiwa yang pergi meninggalkannya melolong sebab membawa tangan kosong. Dan yang tertinggal hanya menunggu berpindah ke tempat sampah. Sudah. Semuanya telah selesai, telah usai.

Posting Komentar untuk "Derita Pecinta Dunia"