Cinta Segitiga
Rasululloh
SAW tak pernah keliru dalam menempatkan segala sesuatu. Seperti pada saat beliu
bersabda, “Ikatan iman yang paling kuat adalah memberikan loyalitas (al muwalah) karena Allah dan memusuhi (al mu’adah) juga karena Allah. Mencintai
karena Allah dan membenci karena Allah. (HR. Ahmad).
Mencintai
karena Allah berarti mencintai orang lain karena mereka juga mencintai Allah.
Apa bukti bahwa dia mencintai Allah? Bukan lain adalah “beriman”. Sebaliknya
membenci dan memusuhi karena Allah adalah memusuhi dan membenci orang-orang
yang membenci Allah. Apa bukti paling nyata seseorang benci kepada Allah?
Pertama “tidak beriman” selanjutnya memusuhi orang-orang yang beriman dan
segala hal yang mereka imani.
Tidak
salah jika Beliu menyebut konsep al
muwalah wal mu’adah ini sebagai ikatan iman yang paling kuat. Ikatan yang
apabila terlepas, akan memudahkan ikatan-ikatan iman yang lain untuk segera
terurai. Bukan lain, karena loyalitas dan anti loyalitas adalah konsep untuk
memetakan siapa lawan, siapa kawan. Ibarat pasukan perang, inilah panji dan
seragam untuk menunjukkan mana yang harus dilindungi dan mana yang harus
dihabisi. Tanpanya, kebingungan akan melanda, bukannya menghancurkan musuh tapi
justru pasukan sendiri yang ditikam mati.
Dan
saat ini, krisis al muwalah inilah
yang tengah kita hadapi. Musuh-musuh menggempur Islam dengan istilah-istilah
menyesatkan seperti terorisme, radikalisme, fundamentalis, jihadism, muslim konservatif,
Islam garis besar, ekstrimis muslim, Islam puritan, anti toleransi dan seabrek
istilah lain. Istilah-istilah ini tak ubahnya debu yang mengaburkan pandangan.
Seperti halnya laporan-laporan ICG (International Crisi Group) yang sering
mensimplifasikan persoalan dan dengan mudahnya mengaitkan seseorang atau
instasi terorisme tanpa bukti yang meyakinkan. Akibatnya tidak sedikit umat
Islam yang akhirnya justru menikam saudara sendiri, memusuhi, mencela, mencibir
dan memandang dengan penuh benci. Enggan memaklumi apalagi memaafkan atas
sedikit kesalahan saudaranya, tapi sebaliknya, terhadap orang-orang yang
jelas-jelas memusuhi Allah dan memusuhi umat islam, toleransilah yang
dielu-elukan dengan pemaknaan yang membabi buta. Mereka pun lebih mempercayai
omongan, berita, analisa dan opini dari orang-orang yang sangat membenci Allah
dan menganggapnya sebagai sumber referensi. Ke lubang persepsi apapun opini itu
menggiring mereka, mereka manut saja.
Peta
keberpihakan pun menjadi kabur dan salah kaprah. Padahal unsure utama al muwalah atau loyalitas adalah
keperpihakan dan meolong. Sebaliknya unsur al’adawah
yang sangat berpengaruh adalah mencabut keberpihakan dan memberikan perlawanan.
Sebab, bagaimana mungkin seseorang menyatakan cinta kepada Allah, tapi di sisi
lain berpihak, membela dan main mata dengan orang-orang yang membenci Allah?
Sudah barang tentu Allah tidak akan menerima
cinta segitiga seperti ini. oleh karenanya, mari kita renungi kembali kepada
siapa selama ini kita telah memberikan dukungan? Kepada siapa kita tujukan
keberpihakan? Karena leberpihakan ternyata adalah tali iman yang paling kuat.
Posting Komentar untuk "Cinta Segitiga"