Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengasah Kesabaran

Suatu sore disebuah desa kecil, seorang laki-laki tua duduk bersama anaknya yang masih muda. Si anak muda tersebut baru saja diwisuda dari kelulusannya pada perguruan tinggi ternama di kota itu. Mereka duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar rumah mereka.
Saat mereka berbincang, datanglah seekor burung hinggap di ranting pohon. Kedatangan burung itu mengusik keasyikan mereka berdua, sekaligus mengundang tanya. Tiba-tiba si Ayah menunjuk burung itu sambil bertanya kepada anaknya: “Nak, apakah benda hitam itu?” 
“Burung gagak”, jawab si anak. Ayah anak muda itu pun mengangguk-anggukkan kepala. Selang beberapa saat, ayahnya kembali mengulangi pertanyaannya yang sama. Si anak menyangka si Ayah kurang mendengar jawabannya tadi, lalu ia menjawab dengan sedikit keras: “Itu burung gagak, Ayah!”
Sejenak si Ayah terdiam dengan sesekali memandangi wajah anak kesayangannya itu. Lalu, tak berapa lama si Ayah kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama kepada anaknya. Si anak merasa sedikit bingung dengan pertanyaan dari ayahnya yang sama dan diulang untuk ketiga kalinya. Lalu, ia pun menjawabnya dengan lebih kuat: “Burung Gagak!!”
Mendengar jawaban anaknya yang lebih keras dan cenderung ketus, si Ayah kaget dan terdiam seketika. Tapi, tidak lama kemudian, si Ayah sekali lagi mengajukan pertanyaan yang serupa, hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada kesal kepada ayahnya: “Itu gagak, Ayah!!” 
Ayahnya kembali mengangguk. Namun, si anak kembali dikejutkan oleh pertanyaan serupa dari ayahnya. Dan kali ini si anak benar-benar hilang kesabaran dan menjadi marah sembari berkata: “Ayah!!! Saya tidak tahu Ayah paham atau tidak. Sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya juga telah memberikan jawabannya. Sekarang, apa lagi yang akan mau Ayah katakan? Itu burung gagak Ayah...burung gagak!!” kata si anak dengan nada yang begitu marah.
Sesaat kemudian, tanpa berkata-kata si Ayah bangkit dari duduknya lalu berjalan masuk rumah. Meninggalkan anaknya yang masih memendam emosi. Tak lama kemudian, si Ayah keluar dengan membawa sebuah buku di tangannya. Dia mengulurkan buku itu kepada anaknya yang masih geram. Buku itu adalah sebuah diary lama. Sambil menunjuk pada suatu lembaran pada buku si Ayah berkata: “Coba anakku, kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini.”
Tanpa harus berfikir panjang, si anak langsung membaca paragraf yang dimaksud ayahnya.“Hari ini aku di halaman menemani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya: “Ayah, apa itu?” Dan aku menjawab, “Burung gagak.”Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Hingga 25 kali anakku bertanya demikian. Dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.”
Setelah selesai membaca si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara: “Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah kehilangan kesabaran serta marah. Engkau telah dewasa anakku. Asahlah kesabaranmu. Karena itu adalah salah satu kunci meraih suksesmu.” Lalu, si anak seketika memerah karena malu. Ia bersimpuh di kedua kaki ayahnya meminta maaf atas apa yang telah ia perbuat (www.resensi.net)
Menapaki tangga kesuksesan –di bidang apapun, membutuhkan proses panjang yang harus dibersamai dengan kesabaran. Sebab, sebelum menggenggam kesuksesan serangkaian kegagalan tentu akan membersamai pula. Tak sedikit orang berputus asa lantaran tidak sabar menjalani proses panjang menuju kesuksesan. Ujungnya, mereka akan terhenti. Maka, sabar adalah satu diantara strategi meraih kesuksesan. Seperti sabarnya seorang Ayah kepada anak, yang tanpa batas. Sehingga suksesnya sebagai orangtua pun mewujud pada diri anak. 

Posting Komentar untuk "Mengasah Kesabaran"