"Terputus Saat Merasa Terhubung"

Pun demikian saat kita menunaikan serangkaian ibadah kepada Allah. Pengorbanan waktu, tenaga, atau harta yang kita lakukan, tentunya dengan harapan beroleh hasil yang sepadan. Pahala yang besar, perasaan terhubung dengan Sang Maha Besar, atau merasa telah melakukan sebuah karya besar.
Coba bayangkan jika faktanya kita terputus dengan Allah, terjadi justru saat kita merasa telah menempuhi wsilah penghubung itu. Alih-alih hubungan dengan Allah membaik dan bertambah dekat, kita ternyata malah membuat jarak dan bisa jadi bertambah jauh dari Allah. Bukankah hal ini sangat menakutkan jika kita menyadarainya...??!
Meski menjalankan ibadah, mereka terputus dari Allah, kata Ibnul Qayyim, kalbu mereka terhijab dari makrifah, mahabbah, rindu akan perjumpaan dengan-Nya, serta dari kenikmatan mengingat-Nya. Hal itu terjadi sebab mereka menunaikannya sebagai wasilah mendapatkan hak dan bukan sebagai sarana menunaikan kewajiban. Sedang hak yang mereka tuntut tidak jauh-jauh dari kenikmatan dunia.
Bahwa ibadahnya manusia kepada Allah adalah tujuan penciptaannya, yang karenanya ia adalah kewajiban sebab ada hak Allah di dalamnya. Ia harusnya adalah Persembahan yang tulus murni tanpa tendensi apapun di dalamnya. Kita hanya menunaikannya dan terserah bagaimana Allah berbuat sekehendaknya. Meski kita percaya bahwa Allah tidak akan paernah menyia-nyiakan hamba-Nya.
Maka, mestinya kita tetap beribadah kepadaNya meski dalam kondisi yang tidak menyenangkan, atau tidak sesuai dengan harapan. Sebab ilmu Allah sempurna dan ada banyak hikmah yang tidak akan bis kita kuak, kecuali Dia membukanya untuk kita.
Sungguh, jika kita mengetahui, maka ibadah yang telah kita tunaikan, sebenarnya masih jauh dari yang semestinya. Sangat tidak tidak layak untuk dibanggakan dan dipamerkan.
Karena keterhubungan dan keselamatan hakiki, tidak semata-mata terletak pada ibadah kita itu. Tetapi lebih kepada afiah , maghfirah, dan rahmah Allah...
Kita harus tahu, bahwa Allah harus ditaati dan bukan dimaksiati, diingat dan bukan dilupakan, serta disyukuri dan bukan dikufuri.Sehingga ibadah menjadi kepasrahan total yang kental akan ketundukan dan kecintaan.
Bukan bertendensi duniawi yang akan kita tinggalkan saat sulit datang melilit. Bukan persembahan tanggung yang sering membuat bingung sebab banyaknya ibadah yang telah kita tunaikan tidak paralel dengan harapan-harpan kita akan dunia.
Lalu apa artinya beribadah jika ternyata kita terpisah dari Allah..???!! Berusaha terhubung namun tidak tersambung...???! Merasa dekat padahal tersekat..??!!
Ya Allah, istiqamahkan kami atas pemahaman ini agar ibadah kami berrti, di sisi_MU.....